Sendiri di Gerbang Keabadian

Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan kematian. Ia bukan sekadar kemungkinan, melainkan kepastian yang akan menjemput di saat yang telah ditetapkan. Dan setelahnya, terbentang perjalanan panjang menuju kehidupan yang hakiki—sebuah perjalanan yang tak berujung kembali.

Di alam barzakh, segalanya dimulai. Tak ada lagi ruang untuk berbenah, tak ada lagi kesempatan untuk kembali. Apa yang kita lakukan di dunia inilah yang akan menemani kita dalam kesendirian yang mencekam. Saat itu, semua yang dulu kita sebut “milik” tak lagi berarti. Harta yang kita kumpulkan, keluarga yang kita cintai, jabatan yang kita banggakan—semuanya lepas begitu saja, meninggalkan kita dalam kefakiran yang hakiki.

Kita hanyalah seorang diri.

Dulu, kita merasa memiliki. Namun pada hakikatnya, kita tak pernah benar-benar memiliki apa pun. Bahkan raga yang kita kenakan hanyalah fasilitas pinjaman dari Dzat yang Maha Memiliki, yang bisa Dia ambil kapan saja, tanpa peringatan. Dunia ini hanya persinggahan sementara, tempat kita dipinjamkan segalanya untuk diuji, sebelum akhirnya harus kita kembalikan tanpa sisa.

Allah berfirman:

“Dan sungguh, kamu telah datang kepada Kami sendiri-sendiri, sebagaimana Kami menciptakan kamu pertama kali, dan kamu tinggalkan di belakangmu apa yang telah Kami anugerahkan kepadamu…”
(QS. Al-An’am: 94)

Betapa banyak manusia yang mengira bahwa dunia adalah tujuan, lalu menghabiskan hidupnya untuk mengumpulkan sesuatu yang tak bisa ia bawa mati. Betapa banyak yang berlomba mengejar harta, mencemaskan masa depan duniawinya, hingga lupa bahwa akhiratlah perjalanan yang sesungguhnya.

Namun lihatlah mereka yang sadar akan hakikat ini. Mereka melangkah ringan, tidak terikat oleh dunia, karena mereka tahu bahwa semua yang mereka miliki sejatinya hanyalah titipan. Mereka tak terpaut pada apa yang bisa diambil kapan saja oleh Allah. Hati mereka bersandar hanya kepada-Nya, karena mereka tahu, hanya itu yang akan menyelamatkan mereka ketika tiba saatnya pergi seorang diri.

“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu.”
(HR. Tirmidzi)

Maka janganlah tertipu oleh dunia yang fana. Sadarilah bahwa kita adalah musafir, berjalan menuju pertemuan dengan Allah. Bekal terbaik bukanlah harta, bukan pula ketenaran, melainkan hati yang bersih dan amal yang tulus. Sebab ketika saatnya tiba, hanya itu yang akan menemani kita dalam kesendirian yang abadi.

“Pada hari ketika harta dan anak-anak tidak lagi berguna, kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih.”
(QS. Asy-Syu’ara: 88-89)

Dan ingatlah, kematian itu dekat.

 

Ditulis oleh: Abu Abdillah Muhammad Hanif