Panggung ilusi: permainan yang penuh makna

Bayangkan sebuah panggung megah yang dihiasi cahaya gemerlap. Di atasnya, para pemain tampil dengan penuh semangat, memainkan peran masing-masing seolah-olah semuanya begitu nyata dan abadi. Mereka tertawa, menangis, bersorak, dan terlena dalam kisah yang mereka ciptakan. Namun, ketika tirai panggung ditutup, semua kemegahan itu sirna. Yang tersisa hanyalah keheningan dan kenangan. Begitulah kehidupan dunia—megah dalam tampilan, tapi rapuh dalam kenyataan.

Allah, Sang Pencipta panggung ini, dengan indahnya menggambarkan dunia dalam firman-Nya:

“Ketahuilah bahwa kehidupan dunia hanyalah permainan, senda gurau, perhiasan, saling berbangga di antara kamu, serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning, lalu hancur. Dan di akhirat nanti ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu.” (QS. Al-Hadid: 20).

Kehidupan dunia disebut sebagai lahwun (permainan) dan la‘ibun (senda gurau) karena ia mempesona, menghibur, dan memikat hati. Namun, di balik kesenangan itu, tersembunyi kenyataan yang dingin: semua ini sementara. Sebagaimana permainan hanya berlangsung sesaat sebelum berakhir, begitulah kehidupan dunia. Hari ini mungkin kita tertawa, esok kita bisa menangis. Hari ini kita bangga dengan apa yang kita miliki, tetapi dalam sekejap segalanya dapat hilang tanpa jejak.

Kehidupan yang Menipu Mata

Kita sering kali lupa bahwa dunia ini tidak lebih dari bayangan yang menyamar sebagai cahaya. Harta, jabatan, dan ketenaran tampak seperti permata berkilauan dari kejauhan, tetapi begitu kita mendekat, kita hanya menemukan kaca buram yang memantulkan keinginan kita sendiri. Dunia ini adalah fatamorgana yang membuat kita terus berjalan, berharap akan menemukan oase kebahagiaan, hanya untuk menyadari bahwa kebahagiaan itu tidak pernah ada di sana.

Namun, mengapa dunia diciptakan seperti ini? Apakah Allah hanya ingin mempermainkan kita? Tidak. Dunia adalah panggung ujian, tempat kita membuktikan siapa diri kita sebenarnya. Dalam surah Al-Mulk ayat 2, Allah berfirman:

“Yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang paling baik amalnya.”

Dunia ini seperti cermin besar yang memantulkan karakter sejati kita. Ketika kita dihadapkan pada kekayaan, apakah kita akan menjadi dermawan atau serakah? Ketika kita diberi kesempatan untuk berkuasa, apakah kita akan menjadi pemimpin yang adil atau zalim? Ketika kita dilimpahi kesenangan, apakah kita akan bersyukur atau malah lupa diri?

Permainan dengan Aturan

Seperti halnya permainan, dunia ini memiliki aturan. Ada batas yang tidak boleh dilanggar, ada tujuan yang harus dicapai, dan ada konsekuensi bagi setiap tindakan. Allah telah menetapkan aturan ini melalui wahyu-Nya, mengajarkan kita bagaimana bermain dengan benar di panggung dunia. Namun, sebagian dari kita terlalu sibuk mengejar kemenangan semu, hingga melupakan bahwa tujuan sebenarnya bukanlah meraih gemerlap dunia, tetapi menanam kebaikan untuk kehidupan yang kekal.

Bayangkan permainan yang sedang kita mainkan ini. Akankah kita puas hanya menjadi pemain yang terhibur sesaat, ataukah kita ingin menjadi pemain yang meninggalkan jejak bermakna?

Sebuah Renungan untuk Kita Semua

Hidup di dunia memang seperti permainan: penuh warna, tawa, dan gemerlap yang memikat. Namun, permainan ini memiliki batas waktu. Ketika peluit panjang ditiup dan panggung kehidupan ini ditutup, apa yang akan tersisa? Apakah semua yang kita kejar—harta, jabatan, kesenangan—akan berarti? Ataukah semuanya hanya menjadi serpihan kenangan yang hilang tertiup angin?

Setiap langkah yang kita ambil, setiap keputusan yang kita buat, sedang membentuk hasil akhir dari permainan ini. Maka, berhentilah sejenak di tengah perjalananmu. Lihat ke belakang, renungkan jejak yang telah tertinggal. Apakah jejak itu dipenuhi kebajikan, ataukah hanya bayang-bayang kesia-siaan?

Kita sering kali sibuk mengejar hal-hal yang tampak penting di mata dunia, tetapi lupa bertanya pada diri sendiri: Apakah semua ini penting di mata Allah? Dunia hanyalah panggung ujian, dan ujian ini tidak akan berlangsung selamanya. Pada akhirnya, hanya mereka yang sadar akan tujuan sejati hidupnya yang akan menang.

Maka, mari kita tanyakan pada diri sendiri: Apa yang sebenarnya sedang aku kejar? Apakah aku sudah berada di jalan yang benar, ataukah aku tersesat di tengah permainan ini?

Kini saatnya kita kembali kepada tujuan hidup yang sebenarnya—bukan untuk tenggelam dalam permainan dunia, tetapi untuk memaknainya dengan amal yang penuh arti, menuju kehidupan abadi yang telah dijanjikan.

Dari buku berjudul “The Grand Illusion” karya Abu Abdillah Muhammad Hanif