Ratu saba’
Kebijaksanaan, kepemimpinan, dan cahaya iman
Sesungguhnya, kisah Balqis, Ratu Saba, adalah salah satu kisah teragung yang menghiasi lembaran sejarah dalam Al-Qur’an. Kisah ini memancarkan kebijaksanaan seorang pemimpin dan kecemerlangan akal budi ketika memilih jalan iman dan tunduk kepada Allah ﷻ. Ia adalah seorang wanita yang memimpin negerinya dengan bijaksana dan adil, memadukan kekuatan kerajaan dengan kelembutan hati. Akhir hidupnya diwarnai iman, yang menjadikannya salah satu sosok yang abadi dalam kenangan.
Allah ﷻ berfirman:
إِنِّي وَجَدتُّ ٱمۡرَأَةٗ تَمۡلِكُهُمۡ وَأُوتِيَتۡ مِن كُلِّ شَيۡءٖ وَلَهَاعَرۡشٌ عَظِيمٞ
“Sesungguhnya aku mendapati seorang perempuan yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta memiliki singgasana yang besar.”
(QS. An-Naml: 23)
Nasab Balqis dan Kedudukannya
Sebagian besar riwayat menyebutkan bahwa Balqis adalah ratu yang memerintah Kerajaan Saba, yang terletak di wilayah Yaman. Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wan Nihayah (jilid 2, hal. 212) menyebutkan:
وبلقيس بنت شرحبيل كانت ملكة سبأ، وكانت من النساء الحكيمات اللواتي يقمن العدل في الحكم، حتى اشتهرت بذلك بين الأمم
“Balqis binti Syarahil adalah ratu Saba. Ia adalah salah satu wanita yang bijaksana dan menegakkan keadilan dalam pemerintahan, sehingga terkenal dengan kebijaksanaannya di antara bangsa-bangsa.”
Singgasana Agungnya: Simbol Kekuasaan dan Keagungan
Allah ﷻ menggambarkan singgasana Balqis sebagai singgasana yang besar. Hal ini menunjukkan kedudukannya yang tinggi dan kekuasaannya yang besar. Imam Ath-Thabari dalam tafsirnya Jami’ Al-Bayan (jilid 19, hal. 118) menjelaskan:
وكان عرشها أعظم ما يكون من عروش الملوك في زمانها، مرصّعًا بالجواهر والذهب
“Singgasana tersebut adalah yang terbesar yang dimiliki oleh para raja pada masanya, dihiasi dengan emas dan permata.”
Sebagian ahli kitab menyebutkan bahwa singgasananya bercahaya seperti langit, dihiasi dengan kemilau yang menyerupai bintang-bintang.
Namun, meski memiliki kerajaan yang besar dan singgasana yang agung, Balqis tidak bersikap sombong atau zalim. Ia dikenal sebagai pemimpin yang rendah hati dan bijaksana.
Pertemuan dengan Burung Hudhud: Awal Seruan kepada Iman
Kisah Balqis bermula ketika burung Hudhud datang kepada Nabi Sulaiman عليه السلام membawa berita tentangnya:
إِنِّي وَجَدتُّ ٱمۡرَأَةٗ تَمۡلِكُهُمۡ وَأُوتِيَتۡ مِن كُلِّ شَيۡءٖ وَلَهَا عَرۡشٌ عَظِيمٞ. وَجَدتُّهَا وَقَوۡمَهَا يَسۡجُدُونَ لِلشَّمۡسِ مِن دُونِ ٱللَّهِ
“Sesungguhnya aku mendapati seorang perempuan yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta memiliki singgasana yang besar. Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, bukan kepada Allah.”
(QS. An-Naml: 23-24)
Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an (jilid 13, hal. 131) menjelaskan:
كان قوم سبأ يعيشون في نعيم وثراء، فظنوا أن الشمس مصدر هذا الخير، فعبدوها غافلين عن رب الشمس سبحانه وتعالى
“Kaum Saba hidup dalam kelimpahan rezeki dan kenikmatan, sehingga mereka menyembah matahari dengan anggapan bahwa ia adalah sumber kebaikan mereka, namun mereka lalai dari Sang Pencipta matahari itu sendiri.”
Kebijaksanaan Balqis dalam Menyikapi Nabi Sulaiman عليه السلام
Ketika menerima surat dari Nabi Sulaiman عليه السلام, isi surat itu tegas dan jelas:
إِنَّهُۥ مِن سُلَيۡمَٰنَ وَإِنَّهُۥ بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ. أَلَّا تَعۡلُواْ عَلَيَّ وَأۡتُونِي مُسۡلِمِينَ
“Sesungguhnya surat ini dari Sulaiman, dan sesungguhnya (isi suratnya): Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Janganlah kamu berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.”
(QS. An-Naml: 30-31)
Balqis tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Ia mengumpulkan para penasihatnya dan meminta pendapat mereka:
قَالَتۡ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡمَلَأُ أَفۡتُونِي فِيٓ أَمۡرِي مَا كُنتُ قَاطِعَةً أَمۡرًا حَتَّىٰ تَشۡهَدُونِ
“Wahai para pembesar, berikanlah aku pertimbangan dalam urusanku. Aku tidak akan memutuskan suatu perkara sebelum kalian hadir dalam majelis.”
(QS. An-Naml: 32)
Qatadah berkata dalam tafsir Ath-Thabari (Jami’ Al-Bayan, jilid 19, hal. 120):
كانت بلقيس أول من سنّ للملوك المشاورة في الأمور العظيمة، لأنها كانت ترى في ذلك الحكمة
“Balqis adalah pemimpin pertama yang menetapkan tradisi musyawarah di kalangan para raja. Ia tidak pernah bertindak sendiri, tetapi selalu mempertimbangkan nasihat dan kebijaksanaan orang lain.”
Iman yang Abadi
Ketika Balqis memasuki istana Nabi Sulaiman عليه السلام, ia terkesima dengan keindahan dan keagungannya. Namun, ketika mengira lantai kaca sebagai air dan tersingkaplah kakinya, ia menyadari bahwa keindahan tersebut adalah bukti kekuasaan Allah, bukan semata-mata hasil karya manusia. Akhirnya, ia menyatakan keimanannya:
رَبِّ إِنِّي ظَلَمۡتُ نَفۡسِي وَأَسۡلَمۡتُ مَعَ سُلَيۡمَٰنَ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ
“Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri. Aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam.”
(QS. An-Naml: 44)
Imam Ath-Thabari dalam tafsirnya (Jami’ Al-Bayan, jilid 19, hal. 127) menyebutkan:
إيمان بلقيس دليل على أن النفس البشرية، مهما علت مكانتها، تحتاج إلى نور الإيمان لتصل إلى الكمال
“Iman Balqis menunjukkan bahwa jiwa manusia, meskipun memiliki kedudukan dan kekuasaan tinggi, tetap membutuhkan cahaya iman untuk mencapai kemuliaan sejati.”
Pelajaran dari kisah Balqis
Kisah Balqis dalam Al-Qur’an tidak hanya menjadi cerita sejarah, tetapi juga mengandung banyak hikmah yang relevan dengan kehidupan kita:
1. Kebijaksanaan dalam Kepemimpinan
Balqis menunjukkan bahwa seorang pemimpin harus mengutamakan musyawarah dan mendengarkan pendapat orang-orang yang dipercaya, sebagaimana firman Allah ﷻ:
قَالَتۡ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡمَلَأُ أَفۡتُونِي فِيٓ أَمۡرِي مَا كُنتُ قَاطِعَةً أَمۡرًا حَتَّىٰ تَشۡهَدُونِ
“Wahai para pembesar, berikanlah aku pertimbangan dalam urusanku. Aku tidak akan memutuskan suatu perkara sebelum kalian hadir dalam majelis.”
(QS. An-Naml: 32)
Hal ini menunjukkan pentingnya menimbang segala keputusan dengan hikmah, bukan berdasarkan hawa nafsu semata.
2. Kerendahan Hati dalam Menerima Kebenaran
Balqis memiliki kerajaan yang besar dan kekuasaan yang luas, tetapi ketika kebenaran datang kepadanya melalui Nabi Sulaiman عليه السلام, ia menerimanya dengan hati yang lapang. Imam Al-Baghawi dalam tafsirnya (Ma’alim At-Tanzil, jilid 6, hal. 245) menulis:
إن تواضع بلقيس وقبولها للحق كان سببًا في هدايتها إلى الإسلام
“Kerendahan hati Balqis dan penerimaannya terhadap kebenaran menjadi sebab hidayahnya kepada Islam.”
3. Mengutamakan Akal daripada Nafsu
Ketika menerima surat dari Nabi Sulaiman عليه السلام, Balqis tidak langsung menolaknya dengan keangkuhan. Sebaliknya, ia merenungkan isi surat tersebut dengan bijaksana, seperti yang dijelaskan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, jilid 6, hal. 184):
كانت بلقيس من أهل الحكمة والبصيرة، فلم تغتر بعظمة ملكها، بل طلبت الحق وبحثت عنه
“Balqis adalah seorang yang bijaksana dan berpandangan jauh. Ia tidak terperdaya oleh keagungan kerajaannya, tetapi justru mencari dan menerima kebenaran.”
4. Keimanan adalah Puncak Segala Keberhasilan
Pada akhirnya, Balqis menyadari bahwa seluruh keagungan dan kekuasaan yang dimilikinya hanyalah pemberian Allah ﷻ. Ia mengakui kelemahan dirinya dan berserah diri kepada Allah dengan ikhlas:
رَبِّ إِنِّي ظَلَمۡتُ نَفۡسِي وَأَسۡلَمۡتُ مَعَ سُلَيۡمَٰنَ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ
“Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri. Aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam.”
(QS. An-Naml: 44)
Imam As-Sa’di dalam tafsirnya (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 585) menyebutkan:
إسلام بلقيس دليل على أن القلوب الطاهرة إذا وُجهت إلى الحق فإنها لا تلبث أن تسلم له
“Keimanan Balqis menunjukkan bahwa hati yang bersih, ketika dihadapkan pada kebenaran, akan segera tunduk dan menerimanya.”
—
Kesimpulan
Kisah Balqis, Ratu Saba, adalah teladan tentang pentingnya kebijaksanaan, kerendahan hati, dan keberanian untuk menerima kebenaran. Ia adalah contoh bagaimana seorang pemimpin yang adil dan bijaksana dapat membawa dirinya dan bangsanya menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Semoga Allah ﷻ menjadikan kita termasuk hamba-hamba yang senantiasa meneladani kebenaran, menjunjung keadilan, dan meraih hidayah melalui cahaya iman. Amiin ya Mujiib
Wallahu a’lam bis shawab
Diterjemahkan dari kitab: Ad Durarul Bahiyyah Fii Ma’aatsirin Nisa’ An Nadiyyah_karya Abu Abdillah Muhammad Hanif